boafo

Di Balik Ketenaran Pelukis Ghana Amoako Boafo di Dunia Seni

Pendakian Menuju Puncak Dunia Seni

Amoako Boafo sedang berada dalam suasana hati yang ceria. Pelukis asal Ghana berusia 40 tahun ini akan membuka pameran perdananya di London, bertajuk “I Do Not Come to You by Chance”, di galeri Gagosian — cabang Inggris dari galeri seni raksasa asal Amerika.

Pameran ini menampilkan serangkaian lukisan figuratif baru yang menggambarkan pria dan wanita kulit hitam dengan gaya khas Boafo. Ia memadukan teknik melukis dengan ujung jari, pola transfer dari kertas, serta blok warna cerah. Dalam salah satu lukisan, seorang wanita berdiri dengan tangan di pinggang, mengenakan renda putih. Lukisan lainnya menggambarkan Boafo sendiri menaiki sepeda, mengenakan rantai emas dan pakaian bermotif cerah. Alih-alih ruang galeri putih yang kaku, beberapa bagian pameran dilapisi wallpaper bermotif. Yang paling mencolok, terdapat satu ruangan yang merekonstruksi halaman rumah masa kecil Boafo di Accra, ibu kota Ghana.

“Membawa halaman rumah ke London adalah cara saya membawa rumah ke mana pun saya pergi,” ujar Boafo melalui Zoom. “Di halaman itulah saya belajar segalanya: bagaimana mandi, merawat diri, duduk dengan tenang, dan disiplin.”

Perjalanan Karier yang Melejit

Karier seni Boafo melonjak dengan cepat dan signifikan. Pada 2018, saat menyelesaikan program Master di Academy of Fine Arts Vienna, karya Boafo ditemukan oleh seniman Amerika, Kehinde Wiley, melalui Instagram. “Ia merekomendasikan karyaku ke galerinya,” kata Boafo, “dan saat itulah semuanya mulai berkembang.”

Pada Desember 2021, lukisan Boafo berjudul “Hands Up” terjual seharga lebih dari 26 juta dolar Hong Kong (sekitar $3,4 juta USD) di rumah lelang Christie’s, mencetak rekor lelang pribadi.

Boafo juga menjalani residensi di Rubell Museum Miami, kemudian menandatangani kontrak dengan galeri Roberts Projects di Los Angeles dan Mariane Ibrahim di Chicago. Tak lama, kolaborasi dengan rumah mode Dior terjadi untuk koleksi musim semi/panas 2021, yang semakin mendongkrak namanya. Bahkan, tiga lukisannya diluncurkan ke luar angkasa melalui roket Blue Origin.

“Saat itulah saya sadar, mungkin karier saya tidak akan pernah melambat — dan memang tidak pernah,” ucapnya.

Masa Kecil dan Pendidikan Seni

Lahir di Accra pada 1984, Boafo dibesarkan oleh ibunya setelah ayahnya meninggal saat ia masih kecil. Ibunya bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Kecintaannya pada seni tumbuh sejak kecil. “Melukis adalah cara anak-anak di lingkungan saya berkumpul dan bermain,” kenangnya. “Saya selalu ingin masuk sekolah seni, tapi kendala keuangan menghambat.”

Ia sempat menjadi atlet tenis semi-profesional, hingga seseorang yang mempekerjakan ibunya bersedia membiayai biaya kuliah pertamanya di Ghanatta College of Art and Design. Di sana, ia belajar menggambar dan melukis. Namun, pelajaran dari lapangan tenis juga ikut membentuk karakternya: “Jangan pernah diam. Apapun yang terjadi, terus bergerak,” ujarnya.

Setelah lulus, ia pindah ke Vienna, kembali ke sekolah, dan mengembangkan gaya melukis khas yang kini diakui secara global.

Artikel Lainnya : Hilma af Klint

Mendobrak Tradisi Seni Barat

“Ia menantang ide bahwa sejarah seni harus berbentuk Erosentris,” ujar Mariane Ibrahim, galeris Prancis-Somalia yang mendukung seniman keturunan Afrika. “Dekonstruksi terhadap potret tradisional adalah bentuk perlawanan, sekaligus cara menciptakan sejarah sendiri.”

Kini, Boafo menjadi wajah utama dalam gelombang apresiasi baru terhadap figurasi kulit hitam dalam seni kontemporer. “Ia seperti kepala lokomotif dari generasi baru pelukis Afrika Barat dan sekitarnya,” tambah Ibrahim.

Subjek lukisan Boafo adalah orang-orang terdekatnya: keluarga, teman, dan dirinya sendiri. “Saya tidak melihat alasan mengapa saya tidak hadir dalam karya-karya saya, karena saya sedang mewakili komunitas saya.”

Lebih dari Sekadar Lukisan

Boafo ingin lebih dari sekadar membuat karya untuk dipamerkan. Ia berencana mengadakan satu pameran lagi dengan tema serupa di lokasi berbeda, lalu mengambil jeda dari dunia pameran. “Saya ingin fokus pada proyek lain yang saya cintai seperti arsitektur dan tenis. Saya ingin membangun akademi tenis sendiri,” katanya.

Di Gagosian London, potret-potret dirinya — termasuk salah satu karya terbesarnya, di mana Boafo berbaring di tempat tidur dikelilingi pola bunga dan tanaman — menjadi pengingat penting. “Itu pengingat untuk istirahat, bersepeda, yoga, atau hanya diam di rumah dan menikmati hidup,” ujarnya.

Ikon Komunitas dan Pemberdaya Lokal

Dengan karya yang kini masuk koleksi museum besar seperti Tate London, Fondation Louis Vuitton di Paris, Guggenheim di New York, dan Hirshhorn Museum di Washington D.C., Boafo telah menjadi sosok terkenal di kampung halamannya.

“Kadang-kadang, saya bangun dan ada 10–15 orang di depan pintu rumah yang ingin bicara,” katanya. “Ada sukacita, tapi juga tekanan.”

Melalui inisiatif dot.ateliers, ia mendirikan program residensi seniman yang kini juga menerima penulis dan kurator. Program ini menjadi ruang eksperimen kreatif. “Saya ingin dot.ateliers menjadi institusi yang hidup lebih lama dari saya,” katanya.

Kolaborasi dan Komunitas sebagai Inti Karya

Bagi Boafo, bekerja sama dengan kreator lain sangat penting. Ia sering berkolaborasi dengan Glenn DeRoche, arsitek di balik instalasi halaman rumah di London — struktur kayu hitam terbakar yang menampung beberapa lukisan Boafo.

“Ini adalah awal yang sempurna: menampilkan benih kreativitas Amoako, rumah masa kecilnya, sekaligus bercerita tentang komunitas,” kata DeRoché.

Meski ke depan ia mungkin mengalihkan fokus dari pameran galeri, satu hal pasti: ia akan terus melukis. “Melukis membuat saya merasa hidup. Saya akan terus melukis, bukan untuk pameran, tapi untuk diri saya sendiri — agar saya tetap ingat siapa saya dan ke mana saya ingin pergi.”

Baca Juga : Hotel Ayata